Romario de Souza Faria, atau lebih dikenal sebagai Romario, adalah salah satu penyerang paling mematikan dalam sejarah sepak bola. Lahir pada 29 Januari 1966 di Rio de Janeiro, Brasil, ia dianggap sebagai simbol keahlian mencetak gol, kepercayaan diri tinggi, dan karakter kontroversial yang membentuk identitas sepak bola Brasil era 1990-an. Dengan lebih dari 1.000 gol dalam kariernya, Romario bukan hanya legenda klub dan timnas, tetapi juga ikon yang mengubah setiap pertandingan menjadi pertunjukan.
Masa Kecil dan Awal Karier
Romario tumbuh di lingkungan favela Jacarezinho, Rio de Janeiro. Meski hidup sederhana, bakatnya terlihat sejak dini. Ia memulai karier di klub lokal Olaria sebelum pindah ke Vasco da Gama pada 1985. Di Vasco, ia langsung menunjukkan insting mencetak gol yang luar biasa, membantu klub meraih gelar Campeonato Carioca (liga regional). Kemampuannya membaca permainan dan finishing tajam membuatnya dijuluki "Baixinho" (Si Kecil) karena posturnya yang mungil (168 cm) namun mematikan.
Puncak Karier di Eropa dan Timnas Brasil
Pada 1988, Romario pindah ke Eropa bersama PSV Eindhoven (Belanda). Di sana, ia menjadi top skor liga selama tiga musim beruntun, mencetak 165 gol dalam 167 pertandingan. Kesuksesannya menarik minat FC Barcelona, yang membelinya pada 1993. Bersama Johan Cruyff, Romario membentuk duo legendaris dengan Hristo Stoichkov, membawa Barça juara La Liga 1993–94. Musim itu, ia mencetak 30 gol dalam 33 pertandingan dan meraih penghargaan Pemain Terbaik Dunia FIFA (1994).
Di timnas Brasil, Romario adalah pilar kunci kemenangan Piala Dunia 1994 di AS. Meski sempat diragukan karena cedera dan sikapnya yang dianggap "sulit", ia menjadi bintang turnamen dengan 5 gol, termasuk gol krusial di semifinal melawan Swedia. Kemitraannya dengan Bebeto, termasuk celebration "ayunan bayi" yang ikonis, menjadi memori tak terlupakan bagi fans.
Gaya Bermain dan Karakter yang Tak Terduga
Romario dikenal sebagai penyerang "area kotak penalti". Tanpa kecepatan tinggi atau fisik dominan, ia mengandalkan intuisi, gerakan cerdik, dan kemampuan menempatkan diri di posisi tepat. Tendangan pertama yang akurat dan sentuhan halus menjadikannya predator sejati. Namun, di luar lapangan, Romario sering menjadi pusat kontroversi. Sikapnya yang percaya diri kadang dianggap arogan, selaingkup kehidupan malamnya kerap jadi sorotan media.
Meski demikian, ambisinya tak terbantahkan. Pada 2007, di usia 41 tahun, ia mencetak gol ke-1.000 dalam karier (termasuk gol non-resmi) saat membela Vasco da Gama. Ia kerap bercanda, "Gol ke-1.000 adalah yang paling sulit—harus menghitung ulang semuanya!"
Tahun-Tahun Terakhir dan Warisan
Setelah pensiun sebagai pemain pada 2009, Romario terjun ke politik. Ia terpilih sebagai senator Brasil pada 2014, aktif menyuarakan isu sosial dan olahraga. Di dunia sepak bola, ia menjadi presiden klub Vasco da Gama (2021–2023), meski karier manajerialnya diwarnai pasang surut.
Warisan Romario tetap hidup lewat rekam jejak golnya dan pengaruh pada generasi penyerang setelahnya, termasuk Ronaldo Nazário. "Romario mengajari saya bahwa penyerang sejati hanya butuh satu sentuhan untuk mencetak gol," ujar Ronaldo.
Penutup
Romario adalah legenda yang tak bisa direduksi menjadi angka. Ia adalah kombinasi sempurna antara bakat, kerja keras, dan karisma. Meski kontroversial, dedikasinya pada sepak bola tak diragukan. Seperti katanya sendiri, "Saya lahir untuk mencetak gol, dan gol adalah kebahagiaan saya." Dalam sejarah sepak bola Brasil, Romario tetap dikenang sebagai "Baixinho" yang membawa kejayaan—baik dengan kaki maupun kepribadiannya yang besar.